TOKOH YANG SUKSES DALAM BIDANG
KEWIRAUSAHAAN
1. Bob Sadino
Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau
akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis
di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood
dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja
lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir
dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima
bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19
tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya
yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Bob
kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam
perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9
tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di
Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan
hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada
tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes
miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang
tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah
beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari
pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan
pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil
Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu
ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah.
Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi
tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi
akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu
hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang
dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi
berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat
ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai
peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor.
Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan,
terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya
tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang
asing.
Tidak
jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun
mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun
terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama
kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar
swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek
dan celana pendek.
Bisnis
pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya
holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di
Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa
daerah.
Bob
percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan.
Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir
balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen,
berani mencari dan menangkap peluang.
Di
saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu
baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang
telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat
rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,”
kata Bob.
Keberhasilan
Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke
lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses
keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian
praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut
Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih,
arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan
Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu
menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan
diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob
menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem
Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan
kekuatan.
Anak
Guru
Kembali
ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan
terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak
bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya,
Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal
dunia ketika Bob berusia 19.
Modal
yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual
untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan
Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi
ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu
kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita
kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob.
Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal,
kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris
di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah
kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk
menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya,
Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik
tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada
Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik
di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata
per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70
ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
”Saya
hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua
anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp
1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga
segitu,” kata Bob.
Om
Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis
makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya.
Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam.
Haji
yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz.
Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua
anaknya.
Profil
dan Biodata Bob Sadino
Nama
:
Bob
Sadino
Lahir
:
Tanjungkarang,
Lampung, 9 Maret 1933
Agama
:
Islam
Pendidikan
:
-SD,
Yogyakarta (1947)
-SMP,
Jakarta (1950)
-SMA,
Jakarta (1953)
Karir
:
-Karyawan
Unilever (1954-1955)
-Karyawan
Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
-Pemilik
Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang)
-Dirut
PT Boga Catur Rata
-PT
Kem Foods (pabrik sosis dan ham)
-PT
Kem Farms (kebun sayur)
Alamat
Rumah:
Jalan
Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 793981
2. Meity Amelia
MEITY
AMELIA: Pengusaha Sukses Berawal dari Hobi Berawal dari hobi, Meity Amelia
sukses sebagai pengusaha bakery dan cake. Ikuti perjalanan hidupnya.
Meity
Amelia lahir di kota kecil di Gorontalo, 50 tahun lalu. Waktu itu daerahnya
sepi dan tidak banyak orang yang menjual makanan. Setiap sore, Sang Mama selalu
membut kue-kue untuk kedua anaknya. Awalnya ia hanya bisa melihat dan membantu
mengambilkan alat atau bahannya saja. Tapi lama-kelamaan, ia ikut mengaduk
adonan, mencetak dan membakar atau menggorengnya.
Karena
seringnya membantu, sejak masuk sekolah dasar (SD), ia sudah bisa membuat
puding dan roti goreng sendiri. “Rasanya puas bisa membuat roti goreng sendiri
dan dinikmati sendiri,” jelas Meity. Jadi ketika teman-teman sebayanya senang
bermain-main di luar rumah, ia berada di dapur membantu mamanya memasak atau
membuat kue sendiri.
Selain
belajar membuat aneka cake dan masakan, ia juga sudah diajari bisnis oleh orang
tuanya. Ketika menginjak kelas 3 SD, ia sudah berani menjual permen dari gula
merah di sekolahnya. Karena rasanya enak dan murah, dagangannya selalu habis
dibeli teman-temannya. ”Permen gula merah saya buat sendiri, jadi keuntungannya
jadi lebih besar,” jelas ibu 6 anak ini.
Keahlian
membuat cake makin bertambah ketika ia menginjak sekolah menengah pertama
(SMP). Ia suka membeli majalah atau buku tentang resep dan masakan. Tidak hanya
dibaca saja, tetapi ia juga senang mempraktikannya di rumah. Hasilnya, ia
sering sekali menghadiahi teman-teman atau ponakan dengan tart. ”Kalau pas ada
perayaan atau ada teman atau keponakan ulang tahun, saya sering memberi hadiah
kue atau tart buatan sendiri,” jelas istri Suryo Hadisantoso ini. Ia juga
pernah membantu usaha kakak iparnya membuat kue kering.
cookies
box
Proses
belajar yang panjang, serta pengalaman yang banyak membuat kue dan cake,
ternyata sangat berguna ketika ia menjalankan bisnis cake di Jakarta. Tahun
1993, ia membuka Grandville Island, Bakery dan Cake Shop di komplek pertokoan
Greenville, Jakarta Barat. Waktu itu modalnya hanya 1 mikser kecil, 1 oven
biasa, 1 meja dan 1 lemari pendingin. Perlahan tapi pasti, ia mulai mendapatkan
pelanggan. ”Motto kami adalah kualitas di atas kuantitas,” jelasnya. Untuk itu
ia benar-benar memperhatikan kualitas bahan, penampilan, dan rasa.
cookies
mix
Kelebihan
dari cake atau kue buatannya adalah ia selalu memperhatian detail dan
membuatnya lebih artistis. Kalau pelukis menuangkan ide atau gagasannya melalui
kain atau kertas, Meity menuangkannya lewat cake atau kue yang ia buat. ”Saya
selalu berusaha membuat cake atau kue menjadi lebih cantik dan indah,” jelas
Meity yang memang jago menghias cake ini.
Karena
makin lama pesanan makin banyak, ia mengambil karyawan untuk membantunya.
Sekarang ini ia dibantu 13 karyawan. ”Tapi kalau mendekati Lebaran, Natal atau hari
raya lainnya, saya bisa dibantu 30 karyawan,” jelas Meity yang sampai sekarang
masih rajin ikut kursus membuat cake dan kue. Baginya, belajar merupakan
keharusan jika ingin produknya terus didatangi pelanggan.
ibu
meity pasang
Selain
kue kering, ia juga menerima pesanan aneka tart untuk segala keperluan, aneka
snack, dan roti. Lebih dari 60 jenis cake yang ia produksi antara lain:
blackforest, tiramisu, havana cake, sultana butter, caramel nut, cruncy drop’s
dan masih banyak lagi. Beberapa pejabat dan artis pernah merasakan kelezatan
cake buatannya. ”Taufik Hidayat pernah pesan tart untuk ulang tahun anaknya,”
jelas Bendahara Asosiasi Bakery Indonesia ini.
Ada
beberapa tips untuk mereka yang ingin memulai usaha makanan. Pertama, kerjakan
dengan kesungguhan hati dan ikhlas. Jangan pernah menggerutu dengan apa yang ia
kerjakan. Kedua, jangan malas belajar entah dengan mengikuti kursus atau
membaca buku. ”Ketiga, terus jaga kualitas dan selalu buat inovasi baru,” tegas
Meity.
3. Dahlan Iskan
kisah
sukses pengusaha indonesiaDahlan Iskan (lahir di Magetan, Jawa Timur, 17
Agustus 1951; umur 61 tahun), adalah CEO surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos
Group, yang bermarkas di Surabaya. Ia juga adalah Direktur Utama PLN sejak 23
Desember 2009. Pada tanggal 19 Oktober 2011, berkaitan dengan reshuffle Kabinet
Indonesia Bersatu II, Dahlan Iskan diangkat sebagai Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara menggantikan Mustafa Abubakar.
Karier
Karier
Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di
Samarinda, Kalimantan Timur pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan
majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos
hingga sekarang.
Jawa
Pos
Dahlan
Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan
oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah
300.000 eksemplar. Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN),
salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia yang memiliki 134 surat kabar,
tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun
1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di
Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta. Pada tahun 2002, ia mendirikan
stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam
dan Riau TV di Pekanbaru.
Fangbian
Iskan Corporindo (FIC)
Sejak
awal 2009, Dahlan adalah sebagai Komisaris PT Fangbian Iskan Corporindo (FIC)
yang akan memulai pembangunan Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL)
pertengahan tahun ini. SKKL ini akan menghubungkan Surabaya di Indonesia dan
Hong Kong, dengan panjang serat optik 4.300 kilometer.
Perusahaaan
Listrik Negara (PLN)
Sejak
akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi
Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu
di daerah Jakarta. Semenjak memimpin PLN, Dahlan membuat beberapa gebrakan
diantaranya bebas byar pet se Indonesia dalam waktu 6 bulan, gerakan sehari
sejuta sambungan. Dahlan juga berencana membangun PLTS di 100 pulau pada tahun
2011. Sebelumnya, tahun 2010 PLN telah berhasil membangun PLTS di 5 pulau di
Indonesia bagian Timur yaitu Pulau Banda, Bunaken Manado, Derawan Kalimantan
Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan.
Menteri
Badan Usaha Milik Negara (Menteri BUMN)
Pada
tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan ditunjuk sebagai pengganti Menteri BUMN
yang menderita sakit. Ia terisak dan terharu begitu dirinya dipanggil menjadi
menteri BUMN karena ia berat meninggalkan PLN yang menurutnya sedang pada
puncak semangat untuk melakukan reformasi PLN.
Dahlan
melaksanakan beberapa program yang akan dijalankan dalam pengelolaan BUMN.
Program utama itu adalah restrukturisasi aset dan downsizing (penyusutan
jumlah) sejumlah badan usaha. Ihwal restrukturisasi masih menunggu persetujuan
Menteri Keuangan.
Beberapa
kinerjanya disorot. Dahlan gagal membawa lima perusahaan BUMN untuk melepas
saham perdana (initial public offering/IPO) di lantai bursa. Adapun, berkat
kepemimpinannya, BUMN dinilai bersih dari korupsi oleh masyarakat juga
merupakan kinerja dan keberhasilannya membangun BUMN.
Kehidupan
pribadi
Dahlan
Iskan dibesarkan di lingkungan pedesaan dangan kondisi serba kekurangan.
Orangtuanya tidak ingat tanggal berapa Dahlan dilahirkan. Dahlan akhirnya
memilih tanggal 17 Agustus dengan alasan mudah diingat karena bertepatan dengan
peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.
Dahlan
Iskan pernah menulis buku berjudul Ganti Hati pada tahun 2008. Buku ini berisi
tentang pengalaman Dahlan Iskan dalam melakukan operasi cangkok hati di Cina.
Selain
sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari
dua perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan
Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya.
4. Sukyatno (Hoo Tjioe)
Siapa
yang tak kenal dengan produk es teller 77, ratusan gerainya sudah tersebar di
seluruh nusantara. Tidak puas dengan mempertahankan pasar dalam negeri, kini produk es teller 77 merupakan
salah satu bisnis franchise makanan yang berhasil merambah pasar internasional.
Produknya sudah menjangkau pasar luar negeri seperti Malaysia, Singapura,
Australia, serta masih akan terus dikembangkan untuk membuka gerai berikutnya
di India, Jeddah dan Arab Saudi.
profil
pengusaha es teler 77 250x187 Profil Pengusaha Sukses Es Teler 77 Terinspirasi
dari sang mertua (Ibu Murniati Widjaja) yang menang lomba membuat es teler,
Sukyatno yang dulunya bernama Hoo Tjioe Kiat mencoba menjual es teler di
emperan toko dengan menggunakan tenda – tenda. Usaha yang dimulainya pada
tanggal 7 Juli 1982 ini, ternyata bukan peluang bisnis yang pertama kali Ia
coba. Berbagai peluang bisnis seperti
menjadi salesman, tengkulak jual beli tanah, makelar pengurusan SIM,
menjadi pemborong bangunan, sampai mencoba bisnis salon pernah Ia geluti dan
semuanya gagal ditengah jalan.
Tak
ingin mengulangi kegagalan bisnis seperti sebelumnya, Sukyatno mulai menekuni
bisnis es telernya yang diberi nama es teler 77. Angka 77 digunakan sebagai
merek es telernya, karena angka tersebut mudah diingat dan diharapkan menjadi
angka hoki bagi pemilik bisnis ini. Keyakinan Sukyatno pun tepat, merek es
teler 77 mulai dikenal masyarakat dan menjadi salah satu produk unggulan dari
dulu sampai sekarang.
Dari
sebuah warung tenda yang dulunya berada di emperan toko, Sukyatno berinisiatif
untuk mengembangkannya menjadi bisnis waralaba. Setelah 5 tahun mempertahankan
bisnisnya, tepat pada tahun 1987 untuk pertama kalinya dibuka gerai es teler 77
di Solo dengan sistem franchise. Semenjak itu perkembangan bisnisnya pun sangat
pesat, dengan keuletan dan kerja keras yang dimiliki Sukyatno kini es teller 77
telah memiliki lebih dari 180 gerai yang tersebar di berbagai pusat
perbelanjaan dan pertokoan yang ada di Indonesia bahkan hingga mancanegara.
produk
es teler 77 141x200 Profil Pengusaha Sukses Es Teler 77Kunci sukses es teller
77
Bersamaan
dengan perkembangan bisnisnya, pada tahun 2007 Sukyatno kembali ke hadapan Yang
Maha Esa. Kesederhanaan dan kerjakerasnya dalam mengembangkan usaha, kini
dilanjutkan oleh salah satu anaknya yaitu Andrew Nugroho selaku direktur PT.
Top Food Indonesia. Berkat komitmen para pengelola bisnis ini, sekalipun
menghadapi persaingan dagang yang cukup ketat dengan bisnis franchise makanan
asing maupun franchise lokal yang saat ini banyak bermunculan. Es teller 77
terus berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi para konsumennya.
Ini dibuktikan dengan adanya inovasi baru dari es teler 77 yang mengenalkan
menu makanan terbarunya antara lain gado – gado, rujak buah, mie kangkung, dan
nasi goreng buntut. Andrew sengaja mempertahankan menu tradisional yang tidak
asing bagi lidah orang Indonesia, agar masyarakat yang masuk pertokoan masih
bisa menemukan menu tradisional yang mereka gemari.
Disamping
itu untuk meningkatkan loyalitas konsumen terhadap es teler 77, Andrew juga
memberikan fasilitas kartu member bagi para pelanggannya. Dengan kartu klub
juara yang diluncurkannya, pelanggan berhak memperoleh diskon makanan dan
minuman yang ada di seluruh gerai es teler 77.
Atas
kerjakeras dan perjuangan keluarga Sukyatno dalam mengembangkan bisnisnya,
berbagai penghargaan pun pernah diterimanya. Kesuksesan es teller 77 dalam
mengembangkan bisnis franchisenya, menjadi motivasi besar bagi semua orang.
5. Gigin Mardiansyah
Gigin
Lulusan IPB Sukses Dengan Industri Boneka
Kehadiran
seorang wirausaha muda bernama Gigin Mardiansyah bisa disebut tergolong unik
pada tataran usaha di Indonesia. Ketika masih berstatus mahasiswa di Institut Pertanian
Bogor, alur pendidikannya jelas tidak terlepas dari manajerial pertanian,
peternakan dan perkebunan.
Namun
siapa menyangka jika saat ini disiplin ilmu tersebut ditanggalkannya untuk
berkonsentrasi menjalankan bisnis industri boneka di bawah bendera usaha Rumah
Boneka Horta. Horta adalah singkatan dari Holtikultura, sesuai program studi
holrikultura yang diambil Gigin.
Aktivitas
Gigin menjadi intensif di kewirausahaan diawali ketika dia bersama enam
mahasiswa IPB lainnya sebagai kerabat dekatnya, mengikuti kontestan lomba
kewirausahaan. Dan Gigin bersama
rekannya menemukan ide untuk menciptakan boneka berdasarkan kreativitas salah
satu dosen.
Boneka
yang diciptakan bukan sekedar boneka biasa, karena dia dan rekannya mampu
menjadikan mainan tersebut sebagai alat edukasi untuk anak-anak. Karena
sasarannya anak-anak, maka yang diciptakan adalah boneka-boneka hewan.
Awalnya,
boneka-boneka dilengkapi secara unik oleh tanaman padi-padian di atas
kepalanya, apabila boneka direncam di dalam air. Sebab, di kepala boneka sudah
dilengkapi bibit tumbuhan. Akan tetapi, modifikasi terhadap penampilan boneka
terus disempurnakan, sehingga fokusnya lebih ke boneka konvensional.
Target
dari penciptaan boneka itu tentus saja agar anak-anak sejak dini bisa mengenal
berbagai jenis hewan yang hidup di Indonesia maupun hewan-hewan di manca
negara. Selain boneka hewan, kelompok itu juga menciptakan tokoh legenda
seperti dokter, guru serta tokoh yang menjadi popular di masyarakat.
”Adapun
bonekanya secara umum tidak terlalu besar, karena tingginya mulai dari 5 cm-20
cm,” kata Gigin Mardiansyah menjelaskan kepada Bisnis. Seiring perjalanan
waktu, ketujuh mahasiswa yang mulai memiliki jiwa kewirausahaan kental tersebut
akhirnya berpisah setelah dimulai dari satu ajang lomba pada 2004. Gigin lalu
malanjutkan usahanya melalui bendera Rumah Boneka Horta, dan dikembangkan
secara profesional dan komersial. Yang membuat produk Rumah Boneka mamu Horta
terus bertahan, karena bahan dasarnya memang berbeda dibandingkan dengan produk
boneka lainnya. Gigin mengutamakan bahan baku serbuk gergaji yang dimasukkan ke
dalam stoking serta dibentuk sesuai dengan model yang diinginkan.
Pembentukan
model atau karakteristik boneka hewan dilaksanakan dengan bantuan benang yang
diikat dan dijahit. Sampai saat ini, menurut pengakuan Gigin, produksi Rumah
Boneka Horta terus meningkat, sehingga makin optimistis bisa dikembangkan lagi.
”Sebelumnya
pemasaran kami lakukan terbatas pada dunia pendidikan saja. Namun, karena
respons masyarakat secara umum juga besar, saya lalu membuka pasar lebih luas
sekaligus meningkatkan produksi,” papar ayah dari seorang anak ini.
Kapasitasnya
saat ini bisa mencapai 10.000 hingga 15.000 boneka per bulan, atau sekitar
1.000 setiap hari. Jika permintaan menurun, minimal produksi yang dipertahankan
sekitar 10.000. Apabila order meningkat, jumlahnya bisa mencapai 18.000 boneka
per bulan.
Dari
ajang lomba wajib tersebut tingkat almamater tersebut, Gigin akhirnya
menjadikannya sebagai tumpuan utama, dan
saat ini setidaknya dia berhasil merekrut sekitar 30 tenaga kerja profesional sebagai pendukung
roda bisnisnya yang kian berkembang.
Tenaga
kerja atau perajin yang direkrut merupakan tenaga istimewa, karena mayoritas
adalah kaum ibu-ibu yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Gigin
berhasil mengoptimalkan kemampuan mereka menjadi tenaga trampil yang ke depan
berpotensi menjadi wirausaha. Meski kategori usahanya home industry, namun kemampan
produksinya tidak meragukan, karena pasokan lebih dominan ke distributor
ketimbang di pasarkan secara ritel. Kondisi itu akhirnya menempatkan tenaga
kerja menjadi lebih piawai.
Meski
dari tujuh kerabat saat ini sudah berpencar, namun Gigin memantapkan diri
menjadikan Bogor sebagai base usahanya. Tepatnya di kawasan Kampus IPB Darmaga,
sedangkan mitranya sudah ada yang membuka bisnis sama di Bandung dan kota-kota
lainnya.
Menurut
dia, secara konsep produksi, dia maupun rekan-rekannya tetap menganut prinsip
yang sama. Hanya saja dipastikan berbeda konsep manajemen, terutama untuk
mengembangkan pasar sebagai target akhir dari setiap poroduksi.
Itu
sebabnya, ketika Gigin menyelesaikan studinya di IPB pada 2007, konsentrasinya
tidak terpecah untuk tetap meneruskan bisnisnya di sektor boneka. Disiplin ilmu
boleh berbeda, akan tetapi tuntutan jiwa kewirausahaannya lebih kental
menjadikan dia sebagai pengusaha potensial.
Sukses
membangun bisnis boneka, tidak membuat kreativitas Gigin terkubur. Ayah dari seorang
putra yang baru berusia 10 bulan ini, ternyata sangat inovatif untuk mengejar
asanya. Gigin pada 2007, atau selepas dari pendidikan kampus, membangun usaha
lain di bidang lembaga keuangan mikro.
Bisnis
tersebut adalah lembaga keuangan mikro (LKM) berbasis koperasi serta didirikan
dengan modal awal Rp2 juta. Secara khusus melayani keperluan pelaku usaha mikro
dan kecil di sekitar kawasan Kampus IPB Darmaga Bogor.
Namun
dari bisnis keuangan ini ternyata dia mampu meraup sukses lain yang sebenarnya
tidak pernah dibayangkan Gigin, sama halnya ketika dia memulai bisnis boneka
horta melalui kompetisi kewirausahaan di internal IPB.
”Saat
ini LKM El Uma, nama yang kami pilih, memiliki omzet Rp2 miliar lebih. Saya
tidak mempunyai basic keuangan, akan tetapi melalui paket learning by doing,
bisnis di sektor keuangan memberi keberhasilan seperti saat ini,” papar Gigin
yang bangga atas kesuksesannya.
Dengan
keberhasilan dari sektor jasa keuangan mikro, Gigin mampu meningkatkan
pendapatan pundi-pundinya. Sebab, dari produksi Rumah Boneka Horta saja,
omzetnya per bulan secara rata-rata antara Rp80 juta—Rp100 juta.
Angka
yang sangat fantastis bagi penghasilan seorang wirausaha muda yang secara
inovatif mengembangkan dua sektor bisnis berbeda sekaligus. Meski demikian,
kesuksesan tidak membuat Gigin menjadi tinggi hati.
Penampilan
dan tutur bahasanya tetap seperti seorang terdidik, namun dibalik dari
kesederhanaan itu tersimpan potensi besar untuk menjadikan kelompok usahanya
terus bergeliat. Apalagi usianya masih tergolong sangat muda, sehingga potensi
menjadi pelaku usaha mapan terbayang jelas.
0 komentar:
Post a Comment